BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada zaman
sekarang ini di
dunia manapun juga
pasti ada yang
namanya penyakit. Penyakit yang
mengerogoti tubuh jika
tidak diobati dengan
segera maka dapat berakibat buruk
bahkan dapat menyebabkan
kematian. Oleh karena itu
dilakukanlah penelitian untuk sesuatu
yang dapat menyembuhkan penyakit itu yang
dinamakan dengan obat. Obat
itu dapat berfungsi
menyembuhkan berbagai macam
penyakit. Dengan cara kerja
obat yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri
atau virus yang menyebabkan
penyakit itu sendiri
dapat berkembang.
Banyak Industri- Industri farmasi
yang menghasilkan berbagai
macam jenis obat-obatan termasuk PT. KIMIA FARMA,Plant MEDAN. Karena
banyaknya industri farmasi
di Indonesia maka penulis
memilih PT. KIMIA FARMA,Plant
MEDAN sebagai tempat melakukan praktikum
dan dapat mengetahui
apa saja produk obat
yang dihasilkan serta Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dimana setiap produk-produk
yang dihasilkan oleh
Industri Farmasi harus
diatur secara ketat.
1.2
Tujuan Praktik Kerja
Industri
Tujuan
pelaksanaan prakerin ini diantaranya meningkatkan kemampuan dan wawasan penulis
dalam aspek-aspek potensial di dalam dunia kerja, dan dapat menerapkan ilmu
yang didapat selama proses pendidikan dalam dunia kerja.
BAB II
TINJAUAN
UMUM INDUSTRI FARMASI
PT.
KIMIA FARMA (Persero) Tbk.
2.1 Sejarah
Perusahaan
Kimia Farma merupakan pioner dalam
industri farmasi Indonesia. Cikalbakal perusahaan dapat dirunut balik ke
tahun 1917, ketika
NV Chemicalien
Handle Rathkamp & Co.,
perusahaan farmasi pertama
di Hindia Timur,
didirikan sejalan dengan kebijakan
nasionalisasi eks perusahaan-perusahaan
Belanda, pada tahun
1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF Bhinneka
Kimia Farma. Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus
1971 bentuk hukumnya
diubah menjadi Perseroan Terbatas, menjadi PT Kimia Farma (Anonim,
2010).
Sejak
tanggal 4 Juli
2001 Kimia Farma tercatat
sebagai perusahaan publik di Bursa Efek
Jakarta dan Bursa
Efek Surabaya. Berbekal tradisi industri yang panjang
dan nama yang
identik dengan mutu, Kimia Farma telah
berkembang menjadi sebuah perusahaan
pelayanan kesehatan utama di
Indonesia yang kian memainkan peranan penting dalam pengembangan dan pembangunan
bangsa dan masyarakat
(Anonim, 2010)
Dengan
dukungan Riset & Pengembangan, segmen usaha
yang dikelola
oleh perusahaan induk ini memproduksi
obat jadi dan
obat tradisional, yodium, kina dan produk-produk turunannya, serta minyak
nabati. Lima fasilitas produksi
yang tersebar di Indonesia
merupakan tulang punggung dari industri (Anonim, 2010).
Plant
Jakarta
memproduksi sediaan tablet, tablet salut, kapsul, sirup kering,
suspensi/sirup, tetes mata, krim, antibiotika
dan injeksi. Unit ini merupakan satu-satunya pabrik obat di
Indonesia yang mendapat tugas dari pemerintah untuk memproduksi
obat golongan narkotika. Industri formulasi ini telah
memperoleh sertifikat, yaitu: Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
dan
ISO-9001 (Anonim, 2010).
Plant
Bandung
memproduksi bahan baku
kina dan turunan-turunannya, rifampisin, obat asli indonesia dan alat
kontrasepsi dalam rahim
(AKDR). Unit produksi ini telah mendapat US-FDA Approval. Selain itu, Plant
Bandung juga memproduksi
tablet, sirup, serbuk,
dan produk kontrasepsi Pil Keluarga Berencana. Unit produksi ini telah
menerima sertifikat CPOB dan ISO-9002
(Anonim, 2010).
Plant
Semarang
mengkhususkan diri pada
minyak nabati dan bedak.
Untuk menjamin kualitas produksi, unit ini secara
konsisten menerapkan sistem manajemen
mutu ISO-9001 serta telah memperoleh sertifikat CPOB dan
US-FDA Approval (Anonim, 2010).
Plant
Watudakon
di Jawa Timur
merupakan satu-satunya pabrik yang mengolah
tambang yodium di Indonesia. Unit ini memproduksi
yodium dan garam-garamnya,
bahan baku ferro sulfat sebagai
bahan utama pembuatan
tablet
besi untuk obat tambah
darah, dan kapsul lunak ”Yodiol” yang merupakan
obat
pilihan untuk pencegahan gondok. Plant Watudakon juga mempunyai fasilitas
produksi formulasi seperti tablet, tablet salut, kapsul lunak, salep, sirup,
dan
cairan obat luar/dalam. Unit ini
telah memperoleh sertifikat CPOB, ISO-9002 dan ISO-14001.
(Anonim, 2010).
Plant
Medan
di Tanjung Morawa, Sumatera Utara, tidak
dikhususkan untuk memasok
kebutuhan obat di wilayah sumatera. Produk yang
dihasilkan oleh pabrik
yang telah memperoleh sertifikat CPOB untuk tablet, krim dan kapsul serta sertifikat
ISO 9001:2008.
PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant
Medan berdiri pada tahun 1967 dengan nama Radja Farma dan
dulunya juga merupakan perusahaan farmasi milik Belanda
yang dinasionalisasikan oleh pemerintah
Indonesia. Pada tahun
1971
perusahaan ini berubah nama menjadi PT. Kimia
Farma dan menjadi
perusahaan cabang dari PT.
Kimia Farma Jakarta. Dengan adanya SK.
Direksi No. Kep. 14/DIR/VI/2004 pada tanggal
14
juni 2004 maka PT.
Kimia Farma (Persero) cabang Medan berubah
menjadi PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk. Plant
Medan.
Distribusi
obat-obatan dikelola oleh Unit
Logistik Sentral (ULS) yang berada di Jakarta.
ULS ini nantinya yang mendistribusikannya
melalui PT. Kimia
Farma
Trading & Distribution.
2.2
Visi dan Misi
Visi PT Kimia Farma (Persero) Tbk adalah
komitmen pada peningkatan
kualitas kehidupan kesehatan dan lingkungan.
Untuk mewujudkan visi tersebut,
PT Kimia Farma (Persero) Tbk memiliki misi, diantaranya:
1. Mengembangkan industri kimia dan farmasi dengan melakukan
penelitian dan pengembangan
produk yang inovatif
2.
Mengembangkan
bisnis pelayanan kesehatan terpadu (Health Care Provider)
yang
berbasis jaringan distribusi dan jaringan apotek
3.
Meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dan mengembangkan
sistem
informasi perusahaan.
2.3 Ruang Lingkup Bidang Usaha
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk merupakan
salah satu Badan
Usaha Milik Negara
(BUMN) yang berada dibawah
pembinaan Menteri Negara
Pendayagunaan BUMN dalam
upaya mendukung program
pemerintah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat
khususnya di bidang
kesehatan. Produksi yang dihasilkan
adalah obat-obatan yang
bermutu dengan harga yang
terjangkau oleh masyarakat
yang meliputi obat-obat Pelayanan
Kesehatan Dasar (PKD), Obat Generik
Berlogo (OGB), obat-obat
paten dan alat
kontrasepsi.
Dalam menjalankan
semua usahanya PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, memiliki 3 (tiga) unit usaha, meliputi :
1.
Bidang Produksi
Produk-produk andalan
yang dihasilkan perusahaan
ini adalah :
a.
Produk etikal.
b.
Produk ”Over The Counter” (OTC) yaitu
obat yang dapat
dijual bebas.
c.
Produk Generik Berlogo.
d.
Produk lisiensi dari
beberapa perusahaan asing
yaitu : Sankyo (Jepang), Heinrich (Jerman), Solvay
Duphar (Belanda).
e.
Produk Bahan Baku.
f.
Produk Kontrasepsi.
g.
Produk-produk penugasan pemerintah
(narkotika).
2.
Bidang Pelayanan (PT. Health & Care)
3.
Bidang Distribusi (PT. Trading &
Distribution) yang dijalankan oleh
anak perusahaan PT. KF Trading and Distribution.
4.
Klinik Kesehatan dan
Optik.
2.4 Letak
dan Lokasi Perusahaan
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.Plant Medan terletak
di Jalan Raya
Medan Tanjung Morawa Km 9 No. 59, Kotamadya Medan, Propinsi Sumatera
Utara, Indonesia. Perusahaan ini
berdiri di atas
lahan dengan luas
20.269 m2
yang
terdiri dari :
a.
Ruang perkantoran.
b.
Ruang laboratorium Pemastian
Mutu & PPPI.
c.
Ruang produksi.
d.
Ruang produksi / salep.
e.
Ruang penimbangan sentral.
f.
Gudang bahan baku.
g.
Gudang bahan kemas.
h.
Gudang etiket.
i.
Gudang obat jadi.
j.
Bangunan penunjang seperti
tempat pencucian, dapur, mushola,
dan tempat olahraga.
Prasarana transportasi
yang tersedia di
lokasi ini dapat
dikatakan sangat baik, yakni dengan adanya
fasilitas jalan tol
yang terletak cukup
dekat dengan lokasi
pabrik (kurang dari 1 km) dan
dengan tersedianya angkutan umum yang cukup banyak bagi karyawan.
Kebutuhan listrik pabrik
disuplai oleh PLN, kebutuhan air disuplai
oleh PDAM TIRTANADI, dan
layanan jaringan telekomunikasi dari
TELKOM sudah cukup
memadai.
2.5 Struktur
Organisasi, Uraian Tugas dan Tanggung Jawab
Sebelum menjalankan suatu aktifitas
dalam perusahan, sangat penting untuk mencantumkan suatu struktur
organisasi, uraian tugas dan tanggung
jawab bagi seluruh
pegawai yang ada dalam
perusahaan.
Dalam melaksanakan
kegiatannya PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk. Plant Medan, menggunakan
struktur organisasi yang
disusun sedemikian rupa
sehingga jelas terlihat batas-batas tugas, wewenang dan
tanggung jawab dari
setiap personil.
BAB
III
TINJAUAN
PUSTAKA
3.1 Pengertian Obat
Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis,
mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala
penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah
pada manusia atau hewan dan
untuk memperelok atau memperindah badan atau
bagian badan manusia termasuk obat tradisional (Wikipedia, 2012).
3.2 Sejarah Penggunaan
Obat
Pada mulanya penggunaan obat dilakukan secara empirik
dari tumbuhan, hanya berdasarkan pengalaman dan selanjutnya
Paracelsus (1541-1493 SM) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan obat perlu pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia
membuat obat dari bahan yang sudah
diketahui zat aktifnya.
Hippocrates (459-370 SM) yang dikenal dengan “bapak kedokteran”
dalam praktek pengobatannya telah menggunakan lebih dari
200 jenis tumbuhan.
Claudius
Galen (200-129 SM) menghubungkan penyembuhan penyakit dengan teori
kerja obat yang merupakan
bidang ilmu farmakologi.
Selanjutnya Ibnu
Sina (980-1037) telah menulis beberapa buku tentang
metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan
sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup dan menggabungkan
pengetahuan pengobatan
dari
berbagai
negara yaitu Yunani, India, Persia,
dan Arab untuk menghasilkan
pengobatan yang lebih baik.
Johann Jakob Wepfer (1620-1695) berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi obat pada hewan
percobaan, ia mengatakan :”I pondered at length, finally I resolved to clarify the matter
by experiment”. Ia adalah orang pertama yang melakukan
penelitian farmakologi dan toksikologi
pada hewan percobaan.
Percobaan pada hewan merupakan uji praklinik yang sampai
sekarang merupakan persyaratan sebelum obat diuji–coba secara klinik pada manusia. Institut Farmakologi pertama didirikan pada th
1847 oleh Rudolf
Buchheim (1820-1879) di Universitas
Dorpat (Estonia).
Selanjutnya Oswald
Schiedeberg (1838- 1921) bersama dengan pakar disiplin ilmu lain menghasilkan konsep fundamental
dalam kerja obat
meliputi reseptor obat, hubungan struktur dengan aktivitas
dan toksisitas selektif. Konsep tersebut
juga diperkuat oleh T.
Frazer (1852-1921) di Scotlandia, J.
Langley (1852-1925) di Inggris dan P. Ehrlich (1854-1915) di Jerman. Sumber obat sampai
akhir abad 19,
obat merupakan produk organik
atau anorganik dari tumbuhan
yang dikeringkan atau segar,
bahan hewan atau mineral
yang aktif dalam penyembuhan penyakit tetapi dapat
juga menimbulkan efek toksik bila
dosisnya terlalu tinggi atau pada
kondisi tertentu penderita.
Untuk menjamin tersedianya obat agar tidak tergantung
kepada musim maka
tumbuhan obat diawetkan dengan pengeringan.
Contoh tumbuhan yang dikeringkan pada saat itu adalah
getah Papaver somniferum (opium mentah) yang sering
dikaitkan dengan obat penyebab ketergantungan dan ketagihan. Dengan mengekstraksi getah tanaman
tersebut dihasilkan berbagai senyawa yaitu morfin, kodein, narkotin (noskapin), papaverin dll. yang ternyata memiliki efek yang
berbeda satu sama
lain walaupun dari sumber
yang sama dosis
tumbuhan kering dalam
pengobatan ternyata sangat bervariasi
tergantung pada tempat asal
tumbuhan, waktu panen,
kondisi dan lama
penyimpanan. Maka untuk menghindari variasi dosis, F.W.Sertuerner (1783- 1841) pada th
1804 mempelopori isolasi zat aktif dan
memurnikannya dan secara
terpisah dilakukan sintesis secara kimia. Sejak itu berkembang obat sintetik
untuk berbagai jenis penyakit.
3.3 Pengembangan Obat
Baru
Pengembangan bahan
obat diawali dengan sintesis
atau isolasi dari berbagai sumber yaitu dari
tanaman (glikosida jantung untuk mengobati lemah jantung), jaringan hewan (heparin untuk mencegah
pembekuan darah), kultur mikroba (penisilin G
sebagai antibiotik pertama), urin manusia
(choriogonadotropin) dan dengan
teknik bioteknologi dihasilkan human insulin
untuk menangani penyakit
diabetes. Dengan mempelajari
hubungan struktur obat dan
aktivitasnya maka pencarian
zat baru lebih terarah
dan memunculkan ilmu baru yaitu
kimia medisinal dan farmakologi molekular. Setelah diperoleh bahan calon obat, maka selanjutnya
calon obat tersebut
akan melalui serangkaian uji yang memakan waktu yang panjang dan biaya
yang tidak sedikit sebelum diresmikan sebagai obat oleh Badan pemberi izin. Biaya
yang diperlukan dari mulai isolasi atau sintesis senyawa kimia sampai diperoleh
obat baru lebih
kurang US$ 500 juta per obat.
Uji yang harus
ditempuh oleh calon
obat adalah uji
praklinik dan uji
klinik.
3.4
Bentuk – Bentuk Obat
1. Obat Tablet
Tablet
adalah sedian farmasi yang padat, berbentuk bundar dan pipih atau cembung rangkap. Bentuk ini paling banyak beredar di Indonesia
disebabkan karena bentuk “tablet” adalah bentuk obat yang praktis
dan ekonomis dalam produksi,
penyimpanan dan pemakaiannya. Pembuatan tablet ini selain diperlukan bahan obat
juga diperlukan zat tambahan, yaitu :
Ø Zat pengisi untuk memperbesar
volume tablet.
Misalnya
: saccharum Lactis, Amylum Manihot, Calcii Phoshas, Calcii Carbonas dan zat
lain yang cocok.
Ø Zat pengikat
; dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau
retak, dapat merekat.
Biasanya
digunakan mucilage Gummi Arabici
10-20 % (panas), Solution Methylcelloeum 5 %.
Ø Zat penghancur, dimaksudkan agar tablet
dapat hancur dalam
perut.
Biasanya
digunakan : Amylum Manihot kering, Gelatinum, Agar- agar, Natrium Alginat
Ø Zat pelicin, Dimaksudkan agar tablet tidak
lekat pada cetakan.
Biasanya digunakan Talcum 5 %, Magnesii Streras, Acidum Strearicum
Pengertian lainnya yaitu merupakan sediaan padat kompak dibuat
secara kempa cetak dalam bentuk tabung
pipih atau sirkuler
kedua permukaan rata atau
cembung mengandung satu jenis obat atau lebih
dengan atau tanpa bahan
tambahan.
2.
Obat Kapsul
Kapsul didefinisikan
sebagai sediaan padat yang
terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat
larut. Cangkang dapat dibuat
dari pati, gelatin, atau bahan
lainnya yang sesuai.
Kapsul gelatin pertama kali di
patenkan oleh F.A.B
.Mothes , mahasiswa dan Dublanc, seorang
farmasis. Paten mereka diperoleh
pada tahun 1834,
meliputi metode untuk
memproduksi kapsul gelatin
yang terdiri dari satu bagian
, berbentuk lonjong, ditutup dengan setetes
larutan pekat gelatin panas sesudah
diisi.
Kapsul gelatin memiliki banyak keunggulan dibanding sediaan obat lainnya. Kapsul gelatin tidak berbau,
tidak berasa dan mudah digunakan
karena saat terbasahinya oleh air liur
akan segera diikuti daya bengkak
dan daya larut
airnya. Pengisian ke dalam
kapsul disarankan untuk obat
yang memiliki rasa yang tidak enak
atau bau yang
tidak enak. Kapsul yang disimpan
dalam lingkungan yang kering
menunjukkan daya tahan
dan kemantapan penyimpanan yang baik dan
dengan teknologi modern, pembuatannya lebih mudah dan cepat
serta ketepatan dosis lebih
tinggi daripada tablet.
Cara
pengisian kapsul juga tidak
perlu memperhitungkan adanya perubahan
sifat material asalnya dan pelepasan
zat aktifnya.
Kapsul juga dapat dibuat dari
pati dan tepung gandum
dan digunakan untuk mewadahi bahan obat berbentuk serbuk. Kapsul pati ini,
memiliki silinder tertutup satu muka atau mangkuk kecil (garis
tengah 15-25 mm
dan tinggi 10 mm). Walaupun tercantum dalam farmakope, tapi peranannya sampai saat ini
tidak ada.
3.5
Daftar
Produk Obat yang
dihasilkan PT. KIMIA FARMA,Plant
MEDAN
Produk
Obat yang dihasilkan
oleh PT.KIMIA FARMA,plant Medan
saat ini adalah
obat kapsul, tablet,dan krim/ salep.
Beberapa daftar
produk obat yang
diproduksi di PT. KIMIA
FARMA,plant MEDAN yaitu :
-
Antalgin 500 mg
-
Parasetamol 500 mg
-
Ekstrak Beladon 10 mg
-
Ekstrak Beladon 20 mg
-
Chloramphenicol 250 mg
-
Betametason 0,1 %
-
Betason-N krim
-
Fitocassol krim
-
Dexocort 0,25 %
-
Virules 5 %
-
Hydrocortison 2,5 %
-
Gentamicin 0,1 %
-
Fungoral 2 %
-
Vitamin B Complex 150
mg
-
Calcium Lactat
500 mg
-
Glyceryl Guaiacolate 100 mg
3.6 Macam- Macam
Pengujian yang Dilakukan
Untuk Menganalisis Obat
Setiap obat
itu hampir sama perlakuan dalam
analisisnya. Dimana setiap obat
itu ada beberapa
pengujian yang harus
dilakukan sebelum obat itu
dikonsumsi konsumen. Misalkan
saja obat tablet, pada
produk setengah jadi harus
di lakukan pengujian seperti
waktu hancurnya,kekerasan obat,
keregasan obat hingga nantinya
sampai obat telah
dapat ditentukan apakah
obat tersebut telah
layak untuk dikonsumsi.
Ada beberapa
pengujian yang dilakukan
sebelum obat tersebut
dipasarkan :
a. Obat Tablet
Pada obat
tablet ada perlakuan yang
dilakukan sebelum obat
diproduksi dalam jumlah
besar,yaitu :
·
Uji Kelarutan
Tablet
Uji kelarutan
tablet digunakan untuk
menentukan berapa lama
obat akan bereaksi
didalam tubuh dalam
artian tablet itu
hancur / larut dalam tubuh.
Uji kelarutan ini
digunakan alat yaitu “Dessintegration Test
System”. Pada umumnya
tablet tersebut larut
selama maksimal 15
menit sesuai dengan syarat
kelarutan tablet, yaitu dengan
suhu 27° C.
Dimana suhu
tersebut adalah ukuran
suhu tubuh manusia.
·
Uji Kekerasan
Tablet
Uji kekerasan
tablet dilakukan untuk
mengetahui seberapa keras
obat tersebut sehingga
nantinya dapat dipecahkan. Jika obat
tersebut terlalu keras
maka sulit untuk
dipatahkan/ dipecah. Jika
terlalu lunak maka
obat akan rapuh
dan mudah hancur sebelum obat
dikonsumsi.
Alat untuk
menguji kekerasan tablet
yaitu “Tablet Tester” tetapi
ada juga yang
manual. Untuk kekerasan tablet
itu mempunyai daya
keras yang berbeda. Ada
yang dari 75- 80 N(satuan) , 90- 110 N. Untuk pengujian
cukup 6 biji
tablet saja yang
diuji.
·
Uji Keregasan
Tablet
Uji keregasan
maksudnya adalah obat/
tablet tersebut dimasukkan
kedalam alat pemutar yang
dinamakan “ Friability Tester”
selama 4 menit (syarat) lalu ditimbang. Berapa persen (%) keregasan obat/ tablet
itu jika sebelum
sampai kepada konsumen
obat tersebut telah melewati beberapa
proses. Jadi dilihatlah
berapa keregasan tablet
setelah melalui proses
tersebut.
Uji keregasan
digunakan untuk menentukan
kekuatan dari tablet.
Gesekan dan goncangan
merupakan penyebab tablet mudah
hancur. Persyaratan keregasan harus
lebih kecil dari
0,8%.
·
Penimbangan bobot
rata-rata
Penimbangan bobot
rata-rata pada sediaan
tablet dan krim
pada umumnya hampir
sama. Dimana untuk
tablet caranya yaitu :
Tablet ditimbang
bobotnya satu per
satu hingga 10
tablet lalu dijumlahkan
bobot tersebut dibagi
dengan berapa tablet
yang ditimbang maka
itulah bobot rata- ratanya
dalam mgram.
Jika yang
ditimbang adalah krim,biasanya
untuk krim isi
dalam tube adalah 5 gram. Caranya pun sama ,tapi
biasanya krim terlebih
dahulu ditimbang bobot
tube kosong, setelah itu
diisikan krim sebanyak
5 gram,lalu ditimbang lagi. Pada pengisian krim tidak
boleh kurang dari 5
gram atau terlalu lebih
dari 5 gram. Jika tube
telah diisikan dan
ditimbang maka dicari
Netto yang ditimbang tadi ( biasanya dari
10 tube) . Maka didapatkan bobot rata-rata untuk krim.
·
Tes Kebocoran
Strip
Setelah obat/tablet
di uji kekerasan, keregasan, kelarutan serta bobot rata-rata
maka tablet siap di
pack dalam strip. Untuk
menguji kelayakan strip
dimana strip tidak
bocor maka dilakukanlah
uji tes kebocoran
strip.
Pada uji
tes kebocoran strip
yaitu menggunakan cairan
Methilen Blue yang
terdapat di dalam desikator
yang dihubungkan dengan
kompressor. Cara kerja alatnya
yaitu dimana melalui
selang yang terhubung antara desikator
dengan kompressor, udara akan
dihisap melalui selang
sehingga jika strip
bocor maka cairan
Methilen Blue akan
masuk kedalam dan
mengubah warna tablet
menjadi biru.
Guna menggunakan
Methilen Blue yaitu
karena Methilen Blue merupakan zat
warna yang dapat
menempel/meresap kuat pada bahan. Artinya udara
yang terdapat dalam desikator
akan ditarik dari dalam
desikator sehingga oksigen/udara
jadi berkurang.
3.7 Pengujian
Pemastian Mutu pada
Produk Obat yang dihasilkan
Setiap obat
yang diproduksi sebelum
dipasarkan terlebih dahulu
obat tersebut harus dilakukan
uji pemastian mutu , untuk memastikan
obat tersebut memenuhi
syarat yang telah ditetapkan
dan layak untuk
dikonsumsi. Ada pun parameter
pengujian pemastian mutu
obat adalah sebagai
berikut :
·
Pengujian kadar
zat aktif dengan
Spektrofotometri UV-ViS
Menurut Ompusunggu
( 1982 )
spektrofotometer adalah fotometer
( alat pengukur intensitas
sinar ) yang dilengkapi dengan
komponen sedemikan rupa
sehingga perubahan intesitas
sinar monokromatis menembus
larutan dapat diukur.
Berdasarkan berkas
sinar yang diiterima
larutan, maka
spektrofotometer dapat dibagi
menjadi :
1. Spektrofotometer single
beam
2. Spektrofotometer double
beam
Dengan spektrofotometer single beam
kita hanya bisa
dapat mengukur dengan
menggunakan satu larutan
sinar saja. Sedangkan dengan
spektrofotometer double beam
menggunakan dua larutan
sinar ( sekaligus dapat mengukur
dua latruan contoh
dan pembanding ).
Keuntungan spektrofotometer double
beam adalah perubahan
tegangan listrik ( yang bisa
dialami dilaboratorium )
tidak akan berpengaruh
terhadap pembacaan,
sedangkan pada spektrofotometer single
beam intensitas sinarnya
harus tetap waktu
mengukur contoh dan
mengukur blanko. Jadi tegangan
listrik harus dijaga
konstan.
Pengujian yang
dilakukan menggunakan spektrofotometer pada
umumnya obat yang
berbentuk tablet dan
uji disolusi tablet.
·
Uji Disolusi
Uji disolusi adalah suatu metode in
vitro yang digunakan untuk mengetahui
waktu pelepasan obat dari
bentuk sediaan menjadi bentuk terarut. Alat yang digunakan ada dua macam ;
yang pertama berbentuk keranjang (basket) dan yang berbentuk pedal atau dayung. Media disolusi
menggunakan pelarut yang tertera pada masing-masing
monografi. Bila media disolusi larutan dapar atur
pH larutan sedemikian hingga berada dalam
batas 0,05 satuan pH
yang tertera pada masing-masing monografi. Volume media disolusi adalah
900 ml dan atur suhu media
hingga suhu 37 ° ± 0,5 ° celcius.
·
Waktu uji.
Bila dalam
spesifikasi hanya terdapat
satu waktu, pengujian dapat diakhiri dalam waktu
yang lebih singkat
bila persyaratan jumlah minimum yang terlarut telah terpenuhi. Bila dinyatakan dua waktu
atau lebih, cuplikan
dapat diambil hanya pada waktu yang
ditentukan dengan toleransi
+/- 2 %.
·
Pengambilan cuplikan
Dalam
interval waktu yang telah
ditentukan ambil cuplikan
pada daerah pertengahan antara permukaan
media disolusi dan bagian
atas dari keranjang
berputar atau daun dari alat dayung,
tidak kurang 1 cm dari dinding
wadah. Lakukan penetapan kadar sesuai
masing-masing monografi.
·
Interpretasi hasil
Kecuali dinyatakan lain dalam
masing-masing monografi, persyaratan dipenuhi jika junlah zat aktif yang
terkarut dari sediaan
yang diuji sesuai
dengan tabel penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai tiga tahap kecuali bila hasil pengujian memenuhi tahap S1
atau S2. Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi, dinyatakan dalam presentasi
kadar pada etiket, angka 5%
dan 15% dalam tabel
adalah persentase kadar pada etiket,
dengan demikian mempunyai arti yang
sama dengan Q.
·
High Pressure Liquid
Chromatography
Pada
dasarnya prinsip kerja
HPLC dengan bantun pompa
fasa gerak cair
dialikan melalui kolom
ke detektor , cuplikan dimasukkan
ke dalam aliran
fasa gerak dengan
cara penyuntikan. Di dalam kolom
terjadi pemisahan komponen-komponen campuran
karena perbedaan kekuatan
interaksi antara solut
terhadap fasa diam
maka terjadilah pemisahan. Komponen yang
lemah interaksinya dengan
fasa diam akan
keluar dari kolom
lebih dahulu. Setiap komponen
campuran yang keluar
kolom dideteksi oleh
detektor kemudian direkam
oleh kromatogram. Jumlah peak
menyatakan jumlah komponen
, luas peak menyatakan
konsentrasi komponen dalam campuran.
Dan terakhir komputer
digunakan untuk mengontrol
kerja sama sistem
HPLC dan mengumpulkan
serta mengolah data
hasil pengukuran HPLC.
Pengujian yang
dilakukan menggunakan HPLC yaitu
untuk penentuan kadar
zat aktif obat dalam
bentuk sediaan krim
atau salep.
·
Pengujian
Mikrobiologi
Pada
pengujian mikrobiologi untuk sampel
obat yaitu untuk
menentukan potensi daya
bunuh mikroba. Biasanya untuk
pengujian ini dilakukan
pada obat dalam
sediaan salep/ krim. Terlebih
dahulu sampel krim/
obat ditimbang sebanyak
1 gram lalu di larutkan
,kemudian dibuat larutan
deret standar dengan
pemipetan larutan yang
berbeda-beda. Untuk menumbuhkan
mikroba maka digunakan
media. Media yang digunakan pun
berbeda sesuai dengan jenis sampel
yang akan diperiksa. Setelah media
telah dibuat ,maka media dituangkan
kedalam cawan petri
untuk dilakukan inokulasi
mikroba. Kemudian larutan standar
yang tadi dipipetkan
kedalam ring yang
terdapat dalam cawan petri. Setelah selesai perlakuan tersebut barulah
cawan petri diinkubasikan kedalam inkubator
selama 1 x 24 jam.
Setelah diinkubasi
dilakukanlah perhitungan dari
setiap cawan yang
berisi koloni mikroba.Dan
perlakuan terakhir yaitu
cawan harus di destruksi
di dalam autoklaf ,dengan tujuan
untuk membunuh mikroba- mikroba yang
masih terdapat dalam
cawan sebelum cawan
dicuci dan dibersihkan. Pada setiap
tahap yang dilakukan kita
harus bekerja dalam
keadaan steril.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari
Praktik Kerja Industri (PRAKERIN) yang
dilakukan di PT. KIMIA
FARMA,Plant MEDAN penulis
dapat memperoleh ilmu-ilmu
baru yang belum
diperoleh di sekolah.
Sehingga penulis dapat
menerapkan ilmu tersebut
dan mengaplikasikannya pada
dunia kerja nantinya.
Dan penulis sedikit
banyaknya sudah mengetahui
bagaimana Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) yang sesuai
dengan syarat yang
telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan
RI. 1990. Hematologi . Jakarta
Hal 1-178
Lorina ,Silvania
dan Sylvi 2007. Modul Analisis
Fotometri Nyala dan
Spektrofotometri Serapan
Atom. Padang : SMAKPA
(lingkungan sendiri)
http:/library.usu.id/download/ft/tkimia-halima.pdf
PT.
KIMIA FARMA. PROTAP Pengujian Produk
Ruahan. Medan
PT.
KIMIA FARMA. PROTAP Penggunaan Alat Laboratorium. Medan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar